Jangan Paksa Diri demi Kurikulum 2013
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Mohammad Nuh mengikuti rapat kerja dengan Komisi X di Kompleks Parlemen,
Senayan, Jakarta, Kamis (30/5/2013). Rapat membahas perubahan anggaran
kurikulum 2013 yang akan diimplementasikan pada pertengahan Juli
mendatang. KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
BANDUNG, KOMPAS.com — Sekolah atau daerah tidak boleh
memaksakan pelaksanaan Kurikulum 2013 secara mandiri tahun ini jika
justru membebani murid atau orangtua murid, terutama dalam hal pengadaan
buku. Sebelum mandiri, guru perlu dilatih dulu. Buku pun sudah harus
tersedia gratis.
Hal itu ditegaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh seusai menghadiri grand launching Universitas Telkom, Sabtu (31/8), di Bandung, Jawa Barat. ”Tidak boleh membebani murid. Itu sangat dilarang,” ujarnya.
Sebelum memutuskan melaksanakan Kurikulum 2013 secara mandiri, sekolah yang tak termasuk sasaran pelaksana tahun ini diimbau menyiapkan diri secara matang untuk tahun depan. Jika masih ingin melaksanakan mandiri, Nuh menegaskan ada dua syarat utama: guru harus dilatih dan buku tersedia gratis.
”Kalau dua syarat ini tak dapat dipenuhi, jangan dipaksakan. Saya menyambut baik ada niatan ikut melaksanakan kurikulum. Mau saja lumayan,” katanya.
Sebelumnya, saat rapat kerja Implementasi Kurikulum 2013 di SMAN Husni Thamrin Jakarta, Sabtu pagi, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, DKI Jakarta secara resmi telah membatalkan rencana pelaksanaan Kurikulum 2013 secara mandiri khusus di jenjang SD dan SMP. Untuk SMA, rencana pelaksanaan mandiri tetap berjalan. Kebijakan ini sudah dipublikasikan ke sekolah-sekolah.
Alasan pembatalan, ujar Taufik, semata masalah alokasi anggaran pengadaan buku. Ia khawatir dana bantuan operasional sekolah (BOS) tak mencukupi sehingga dikhawatirkan sekolah memungut biaya dari murid. Dana tak cukup untuk membiayai pelatihan guru dan pengadaan buku. Rencana pengadaan buku secara digital juga tidak efektif karena hanya 50 persen sekolah yang memiliki infrastruktur teknologi informasi yang baik.
”Ini untuk mengantisipasi pungutan yang bisa dilakukan sekolah. Larangan ini tidak berlaku untuk SMA karena BOS untuk SMA lebih besar, Rp 1 juta per tahun,” kata Taufik.
Menurut Nuh, tak masalah jika ada daerah atau sekolah yang kemudian membatalkan kesanggupannya untuk implementasi mandiri. Untuk kasus DKI Jakarta, pemerintah setempat sudah menyatakan tak sanggup karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tak mencukupi jika digunakan untuk pelatihan guru dan pengadaan buku.
”Tidak apa-apa kalau tidak bisa. Yang penting tetap menyiapkan diri untuk penerapan tahun depan, seperti melatih guru. Ini jalan yang dipilih DKI Jakarta. Masih banyak yang bisa jalan mandiri, seperti Kutai, Kalimantan Timur, dan sekolah swasta,” kata Nuh.
Tanggung bersama
Pada tahap pertama tahun ini, pelaksanaan Kurikulum 2013 dilakukan bertahap dan terbatas di sekitar 6.400 sekolah. Namun, mulai tahun depan semua sekolah harus menyelenggarakan Kurikulum 2013. Skema pembiayaannya dibahas di DPR.
Ada tiga pilihan skema pembayaran. Pertama, semua biaya didanai Kemdikbud. Kedua, kombinasi anggaran Kemdikbud dengan sebagian dana transfer daerah yang setiap tahun sekitar Rp 10 triliun. Ketiga, memanfaatkan kombinasi pusat, dana alokasi khusus, dan BOS. Atau keempat, memanfaatkan APBD masing-masing daerah.
”Yang jelas, pemerintah pusat tak akan lepas tangan. Pelatihan guru tetap dilakukan pusat. Yang kira-kira bisa dibagi dengan daerah itu bagian pengadaan buku,” kata Nuh. (LUK)
Hal itu ditegaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh seusai menghadiri grand launching Universitas Telkom, Sabtu (31/8), di Bandung, Jawa Barat. ”Tidak boleh membebani murid. Itu sangat dilarang,” ujarnya.
Sebelum memutuskan melaksanakan Kurikulum 2013 secara mandiri, sekolah yang tak termasuk sasaran pelaksana tahun ini diimbau menyiapkan diri secara matang untuk tahun depan. Jika masih ingin melaksanakan mandiri, Nuh menegaskan ada dua syarat utama: guru harus dilatih dan buku tersedia gratis.
”Kalau dua syarat ini tak dapat dipenuhi, jangan dipaksakan. Saya menyambut baik ada niatan ikut melaksanakan kurikulum. Mau saja lumayan,” katanya.
Sebelumnya, saat rapat kerja Implementasi Kurikulum 2013 di SMAN Husni Thamrin Jakarta, Sabtu pagi, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, DKI Jakarta secara resmi telah membatalkan rencana pelaksanaan Kurikulum 2013 secara mandiri khusus di jenjang SD dan SMP. Untuk SMA, rencana pelaksanaan mandiri tetap berjalan. Kebijakan ini sudah dipublikasikan ke sekolah-sekolah.
Alasan pembatalan, ujar Taufik, semata masalah alokasi anggaran pengadaan buku. Ia khawatir dana bantuan operasional sekolah (BOS) tak mencukupi sehingga dikhawatirkan sekolah memungut biaya dari murid. Dana tak cukup untuk membiayai pelatihan guru dan pengadaan buku. Rencana pengadaan buku secara digital juga tidak efektif karena hanya 50 persen sekolah yang memiliki infrastruktur teknologi informasi yang baik.
”Ini untuk mengantisipasi pungutan yang bisa dilakukan sekolah. Larangan ini tidak berlaku untuk SMA karena BOS untuk SMA lebih besar, Rp 1 juta per tahun,” kata Taufik.
Menurut Nuh, tak masalah jika ada daerah atau sekolah yang kemudian membatalkan kesanggupannya untuk implementasi mandiri. Untuk kasus DKI Jakarta, pemerintah setempat sudah menyatakan tak sanggup karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tak mencukupi jika digunakan untuk pelatihan guru dan pengadaan buku.
”Tidak apa-apa kalau tidak bisa. Yang penting tetap menyiapkan diri untuk penerapan tahun depan, seperti melatih guru. Ini jalan yang dipilih DKI Jakarta. Masih banyak yang bisa jalan mandiri, seperti Kutai, Kalimantan Timur, dan sekolah swasta,” kata Nuh.
Tanggung bersama
Pada tahap pertama tahun ini, pelaksanaan Kurikulum 2013 dilakukan bertahap dan terbatas di sekitar 6.400 sekolah. Namun, mulai tahun depan semua sekolah harus menyelenggarakan Kurikulum 2013. Skema pembiayaannya dibahas di DPR.
Ada tiga pilihan skema pembayaran. Pertama, semua biaya didanai Kemdikbud. Kedua, kombinasi anggaran Kemdikbud dengan sebagian dana transfer daerah yang setiap tahun sekitar Rp 10 triliun. Ketiga, memanfaatkan kombinasi pusat, dana alokasi khusus, dan BOS. Atau keempat, memanfaatkan APBD masing-masing daerah.
”Yang jelas, pemerintah pusat tak akan lepas tangan. Pelatihan guru tetap dilakukan pusat. Yang kira-kira bisa dibagi dengan daerah itu bagian pengadaan buku,” kata Nuh. (LUK)
Sumber :
KOMPAS CETAK
Editor : Caroline Damanik