PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER
SYAHRUL PADILAH, S.Pd*
Dewasa ini perubahan paradigma pendidikan yang paradigmatik kian
gencar di selenggarakan guna mengatasi problem dasar yang menerpa bangsa ini
yang dikenal memiliki karakteristik keindonesian yang bersifat ramah, memiliki
tenggang rasa yang tinggi, kesopanan, rendah hati, suka menolong, dan
solidaritasn atar sesama yang menjadi jati diri bangsa yang telah melekat berabad-abad
lamanya. Namun sangat disayangkan hal ini telah terkikis habis oleh penetrasi
budaya yang menghantam bak tsunami yang meluluhlantakkan jati diri yang melekat
itu pada setiap insan bangsa ini. Bahkan, hal ini di perparah dengan terjadinya
pendangkalan aqidah dan pemahaman moralitas dan mentalitas sehinga efek domino
dari semua ini bisa di saksikan dalam perjalan bangsa ini.
Tentunya hal ini menuntut peningkatan intensitas dan
kualitas pelaksanaan pendidikan. Dan penyelenggaraan sistem pendidikan terpadu
menjadi pilihan ditengah maraknya penetrasi budaya yang ada. Sistem pendidikan
tepadu kini telah muncul menajdi ikon pendidikan yang dilembagakan. Dengan kata
lain dimensi pendidikan dengan sistem terpadu adalah pilihan yang diperhatikan
dalam rangka membangkitkan moralitas sebagai suatu sistem nilai adat ketimuran
dan keindonesian. Meningkatkan kecerdasan anak dan siswa tentunya menjadi
harapan setiap guru dan orangtua. Namun perlu di pahami bahwa kecerdasan itu
bukan hanya sebatas kecerdasan secara intelektual, misalnya siswa atau anak
dikatakan cerdas apabila selalu meraih ranking teratas dikelas dan selalu
memenangkan lomba yang mengacu kepada kecerdasan intelektual semata. Bahkan
kebayakan orang tua akan bangga jika anaknya mampu meraih prestasi disatu sisi
bidang akademik, bersekolah disekolah yang prestatatif dan representatif, hingga
bersekolah keluar negri. Dan akhirnya banyak diantara para orang tua
mengeyampingkan proses pendalaman spiritual dan mentalitas anak sebagi bentuk
pendidikan karakter anak.
Seperti yang terungkap dalam sebuah seminar yang
diliput oleh Riau Pos (5/2/08). Ada orang tua yang menginginkan anaknya untuk
prestasi secara akademik, hingga orang tuanya mencari sekolah prestatif
kemudian memasukkan anaknya untuk mengikuti program belajar tambahan di
berbagai macam bidang studi atau pelajaran. Secara kasat mata dapat dilihat
perkembangan sianak dengan meraih prestasi akademik yang luar biasa, namun
akhirnya siswa tersebut terkena penyakit yang diakibatkan stress yaitu mag yang
akut. Kalau sudah seperti ini kejadiannya, apa yang bisa diharapkan
selanjutnya?
Pendidikan Karakter
Pendidikan masa depan adalah pendidikan yang
memiliki orientasi kecerdasan majemuk
yang lahir karena suka rela, tumbuh dari dalam dan bukan ancaman dan atau
ketakutan karena sesuatu, dan juga tidak mengabaikan ketegasan dalam proses
pendidikannya. Menurut Lickona (1992), pendidikan krakter yang benar harus
melibatkan aspek "knowing the good" (moral knowing), ”desiring
the good" atau "loving the good" (moral feeling), "acting
the good" (moral action). Sebab tanpa melibatkan tiga aspek tersebut
manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh suatu paham. Oleh
karena itu, pendidikan karakter dituntut memberikan perhatian kepada tiga
komponen karakter yang baik yaitu; Component of good character, yaitu moral
knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan
tentang moral dan moral action atau perbuatan moral.
Dalam konsep integrated school (sekolah
terpadu) pemahaman tiga komponen karakter ini menjadi bagian yang sudah menyatu
dalam program pembelajarannya. Ditambahkan oleh Lickona, konteks karakter yang
ada akan meliputi; moral awereness (kesadaran moral), knowing moral
values (pengetahuan nilai-nilai moral), perspektif taking (menggunakan
sudut pandang moral), dan self knowledge (pengetahuan diri). Sementara
untuk pembentukan moral feeling meliputi enam aspek yang diperlukan
untuk menjadi manusia yang memiliki karakter yaitu pertama conscience (kesadaran),
kesadaran ini terkait dengan sikap mental manusia sebagai makhluk sosial, sehingga
dengan ditumbuhkan rasa kesadaran seseorang, maka seseorang akan menemukan
sikap mental yang baik, misal seseorang tidak akan lagi segan untuk membantu
orang lain, hal ini dikarenaka seseorang memahami secara sadar bahwa ia adalah
bagian dari orang lain yang suatu saat memerlukan orang lain. Dan ketika
kesadaran ini telah tumbuh maka untuk berbuat dan besikap yang menjunjung nilai
kemanusian sekaligus sebagai makhluk tuhan tidak lagi sulit untuk
melaksanakannya. Sebagai mana pepatah mengatakan bahwa barang siapa yang
mengenal dirinya maka ia akan mengenal siapa Tuhannya. Kedua, self-esteem (kepercayaan diri). Aspek yang
kedua ini terkait dengan pengaruh psikologi seseorang untuk mempercayai dirinya
yang mengarahkan seseorang untuk bersikap think fresh do the best. Model
manusia itu tebentuk dari masa ia masih kanak-kanak, jika sedari kanak-kanak
sudah ditempa untuk percaya diri dengan berbagai model pembelajaran dan tumbuh
karena kesadaran, ini akan menjadi sistem nilai dan prinsip bagi sianak dan tentunya
akan berbeda jika kepecerdayan diri si anak di tumbuhkan dengan karena
keterpaksaan, misalnya jika ia tidak maju atau melakukan sesuatu maka ia akan
dihukum. Ketiga empathy (merasakan penderitaan orang lain), sikap
seperti ini sudah menjadi pelajaran yang lama, bahkan sewaktu kita dulu masih
bersekolah di sekolah dasar dengan nama pelajaran Pendidikan Moral Pancasila,
namun sangat disayangkan nilai-nilai yang diajarkan tidak melekat dalam sistem
nilai hidup bangsa ini. Dengan mencoba menumbuhkan kesadaran dan kepercayaan
diri maka akan ada efek yang tumbuh bahwa ada integrasi antara seseorang dengan
orang lain yang ketika ada orang lain yang menderita perasaan itu dengan
sendirinya akan tumbuh secara sadar. Keempat loving the good (cinta kepada kebaikan) mencintai kebaikan
senatiasa harus mutlak ditumbuhkan. Dengan disentuhnya perasaan dengan menamkan
nilai yang mentranspormasi pemahaman tentang berbuat kebaikan akan menumbuhkan
aspek afeksi seseorang. Kelima self kontrol (kontrol diri) dalam kontek
ini ada arahan untuk bagaimana setiap kita mengarahkan sikap diri dalam
berbagai tindakan. Keenam humanility (kerendahan hati). Rendah hati
merupakan aspek penting yang perlu mendapatkan porsi penekanan dalam sikap diri
seseorang.
Komitmen Kolektif
School are born from, live within and are committed
to the community. Slogan ini menegaskan kepada kita semua bahwa komunitas
masyarakat termasuk didalamnya adalah orangtua yang mempunyai peran strategis
dalam mendukung program sekolah ataupun pendidikan. Proses dari apa yang
direncanakan oleh para orang tua dan guru haruslah menjadi komitmen kolektif,
artinya harus ada political will dari orang tua dan guru dalam
mewujudkan cita-cita pembentukan para perserta didik. Sangatlah tidak etis
ketika keinginan itu tidak dibarengi oleh usaha bersama oleh orang tua dan
guru. Ditengah-tengah masyarakat kebanyakan, telah menjadi memori kolektif
Seharusnya dengan adanya berbagai sorotan tehadap
berbagai persoalan pendidikan dan para siswa, seyogyanya menggugah komitmen
bersama untuk memberikan nilai edukasi dalam berbagai aspek secara masimal guna
pewujudan harapan yang ada. Selain lembaga sekolah yang dituntut secara proakif
melakukan transformasi bagi para siswa, orangtua sebagai stakeholder
juga diharapkan dapat memberikan informasi dalam rangka pemutakhiran program
pendidikan.
Terkait dengan orangtua, Rohner ahli psikologi
pendidikan mengatakan bahwa seorang anak memiliki prilaku baik atau buruk
didasarkan atas cara pengasuhan yang diberikan ibunya, anak-anak yang diasuh
dengan cara diterima (acceptance) akan menjadi anak yang tumbuh dan berkembang
lebih baik ketimbang anak yan diasuh dengan cara ditolak (rejected).
Atas dasar landasan inilah, maka diperlukan kesadasaran
dan komitmen kolektif unsur-unsur dan para stakeholder untuk menciptakan
rangkaian pendidikan yang sistemik bukan linear. Sehingga upaya terobosan apapun
yan dilakuakan atau ditelurkan dalam dunia pendidikan anak berpengaruh optimal
dan akan ada timbal balik tentunya.
0 komentar: