Sistem belajar sambil bermain bisa menghilangkan kejenuhan ketika Proses KBM berlangsung.
Sekolah merupakan dunia untuk menimba ilmu pengetahuan. Di sanalah siswa-siswi di didik tumbuh berkembang menjadi manusia yang memiliki yang berjiwa humanis, dan jika merujuk pada pandangan Socrates, menjadi manusia yang memiliki virtue tinggi. Dalam perjalanan mencari ilmu tersebut tentulah rintangan selalu menghadang berbagai macam hambatan akan menjadi sebuah stagnan dalam proses pendidikan. Hal tersebut tak dapat dipungkiri, bukankan semakin tinggi ilmu seseorang, semakin tinggi pula rintangannya.
Semakin tinggi pohon, semakin tinggi angin yang menghembusnya. Begitu juga dengan sekolah, semakin lama tingkat kesulitannya semakin tinggi. Tentu ini bukanlah sebuah tradisi yang harus kita hindari atau hilangkan. Ini merupakan langkah kerja dalam proses pengaturan transisi pendidikan.Jika merujuk pada filosofi pembelajaran, mulanya realis menjadi surialis, mulanya konkret menjadi abstrak, kedua pembeda ini tentu syarat makna dan arti .Tentunya, sekolah tidak memberikan tugas yang berlebihan sebab sekolah sudah memahami standar pembelajaran. Namun, dalam pemikiran sang anak dengan daya cerap tingkat anak-anak, berpikir bahwa tugas yang dia kerjakan melampaui beban.Ia sendiri merasa bahwa dunia anak-anak adalah dunia bermain, bukan dunia bekerja. Ya, bekerja mengerjakan tugas ini dan itu dan tetek bengek lainnya.Jika anak-anak merasa tugas di sekolah terlalu banyak, lambat laun anak menjadi stres. Ini adalah bentuk pelarian dari belenggu tugas yang membelenggunya setiap hari. Belum lagi tekanan dari orang tua yang anaknya harus juara dan juara. Padahal, anak itu ada yang kemampuan starting point-nya kurang bagus, tapi di akhir bagus. Ibarat pembalap, kalah start, menang di tikungan. Permainan ini hampir merata kita alami , mekanisme KBM sudah terlihat dengan jelas bahkan langsung di aplikasikan kepada peserta didik namun mindset kedepan ini yang terkadang menjadi batu sandungan bagi mereka. Merujuk akan permaslahan ini sudah selayaknya sekolah membuat beberapa rancangan-rancangan agar pola pemberian tugas dan proses pembelajaran bisa terarah dengan baik.
Sekolah merupakan dunia untuk menimba ilmu pengetahuan. Di sanalah siswa-siswi di didik tumbuh berkembang menjadi manusia yang memiliki yang berjiwa humanis, dan jika merujuk pada pandangan Socrates, menjadi manusia yang memiliki virtue tinggi. Dalam perjalanan mencari ilmu tersebut tentulah rintangan selalu menghadang berbagai macam hambatan akan menjadi sebuah stagnan dalam proses pendidikan. Hal tersebut tak dapat dipungkiri, bukankan semakin tinggi ilmu seseorang, semakin tinggi pula rintangannya.
Semakin tinggi pohon, semakin tinggi angin yang menghembusnya. Begitu juga dengan sekolah, semakin lama tingkat kesulitannya semakin tinggi. Tentu ini bukanlah sebuah tradisi yang harus kita hindari atau hilangkan. Ini merupakan langkah kerja dalam proses pengaturan transisi pendidikan.Jika merujuk pada filosofi pembelajaran, mulanya realis menjadi surialis, mulanya konkret menjadi abstrak, kedua pembeda ini tentu syarat makna dan arti .Tentunya, sekolah tidak memberikan tugas yang berlebihan sebab sekolah sudah memahami standar pembelajaran. Namun, dalam pemikiran sang anak dengan daya cerap tingkat anak-anak, berpikir bahwa tugas yang dia kerjakan melampaui beban.Ia sendiri merasa bahwa dunia anak-anak adalah dunia bermain, bukan dunia bekerja. Ya, bekerja mengerjakan tugas ini dan itu dan tetek bengek lainnya.Jika anak-anak merasa tugas di sekolah terlalu banyak, lambat laun anak menjadi stres. Ini adalah bentuk pelarian dari belenggu tugas yang membelenggunya setiap hari. Belum lagi tekanan dari orang tua yang anaknya harus juara dan juara. Padahal, anak itu ada yang kemampuan starting point-nya kurang bagus, tapi di akhir bagus. Ibarat pembalap, kalah start, menang di tikungan. Permainan ini hampir merata kita alami , mekanisme KBM sudah terlihat dengan jelas bahkan langsung di aplikasikan kepada peserta didik namun mindset kedepan ini yang terkadang menjadi batu sandungan bagi mereka. Merujuk akan permaslahan ini sudah selayaknya sekolah membuat beberapa rancangan-rancangan agar pola pemberian tugas dan proses pembelajaran bisa terarah dengan baik.
0 komentar: